Setiap hari, 20 dari 40 wanita Indonesia dengan kanker serviks meninggal dunia. Angka ini menjadikan kanker serviks sebagai pembunuh nomor satu wanita Indonesia. Oleh karena itu, deteksi dini kanker serviks sangat penting dilakukan.
Menurut dr. Fiona Amelia, MPH, dari KlikDokter, deteksi dini kanker serviks dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), pap smear, dan tes HPV.
“Pada metode IVA, asam asetat ditempelkan ke permukaan serviks selama dua menit. Bila ada kelainan, akan tampak gambaran putih di serviks,” kata dr. Fiona.
Adapun, pada pap smear dan tes HPV, sampel sel serviks diambil untuk diperiksa. Jika pap smear ditujukan untuk mencari sel-sel yang berubah atau abnormal, tes HPV dimaksudkan untuk melihat keberadaan virus ‘ganas’ penyebab kanker serviks.
Deteksi kanker serviks berdasarkan usia
Berdasarkan penjelasan dr. Fiona, deteksi dini kanker serviks belum diperlukan bagi wanita di bawah usia 21 tahun. Deteksi dini dengan metode IVA dianjurkan setiap 1 tahun sekali pada wanita berusia 21–65 tahun.
“Wanita dengan kelompok usia 21–29 tahun dianjurkan untuk pap smear setiap 3 tahun. Namun, pada kelompok usia ini, tes HPV tidak dianjurkan,” ujar dr. Fiona.
Barulah wanita usia 30–65 tahun dianjurkan untuk melakukan pap smear dan tes HPV secara bersamaan setiap 5 tahun. Bila tes HPV tidak memungkinkan, dr. Fiona menjelaskan, Anda dapat melakukan pap smear saja setiap 3 tahun.
Selain itu, ingat ya, Anda tetap butuh deteksi dini meski sudah pernah melakukan imunisasi HPV. Begitu juga dengan wanita yang telah menjalani pengangkatan rahim tanpa pengangkatan serviks.
Sebelum terlambat, segera periksakan diri Anda, yakni melalui pemeriksaan IVA, pap smear, dan tes HPV secara teratur. Deteksi dini terbukti dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks. Jadi, jangan malas, enggan, apalagi malu untuk melakukannya, ya.
No comments:
Post a Comment